Sabtu, 12 September 2015

Lelaki Imaji

Kau tetap sabar menungguiku, sedang aku masih larut dalam cerpen yang penuh imajinasi. Di tempat ini kita bertemu, bukan taman atau pun kafe. Aku memang selalu bercerita hal sederhana bila tentangmu. Entahlah. Kesederhanaan itu yang memacu semangatku agar kau menjadi terkenal. Setidaknya bagi mereka yang ada disana; tempat yang selalu ramai oleh pengunjung.
.
"Sudah selesai bacanya?" tanyamu lembut.
Aku mengangguk. Berpura-pura saja, hanya untuk kau senang karena telah melewati hal bodoh yang biasa kita lakukan.
Cinta memang mematikan naluri kecerdasan. Pikirkan saja, alasan apa yang menjelaskan bahwa menungguiku selesai membaca adalah keindahan?
.
"Kita kesana yuk?" ajakku.
.
Kau menggeleng. Lalu merogoh tasmu yang tampak lusuh itu. Mengeluarkan satu buku tulis serta sebuah pena.
.
"Kau tak ingin menulis cerita tentang kebersamaan ini?"
Tanyamu sesungguhnya mengisyaratkan sebuah pinta.
.
"Aku bisa menulisnya di laptop atau mengetik di hp jadul ini juga bisa."
.
Kau tersenyum lalu menggeleng lagi.
.
"Tulislah dalam buku ini. Akan tampak jelas bila kau pernah melakukan kesalahan, berbeda dengan kau mengetik. Kesalahan itu bisa hilang tanpa bekas."
.
"Maksudmu apa?"
.
"Kau memilihku karena kecerdasan ini, bukan? Dengan kecerdasanmu lah lahir sebuah pemahaman atas tanya itu sendiri."
.
Ah, hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah berkunjung. Sila tinggalkan komentar yaaa :)